Selasa, 08 Januari 2013

Kota Pematangsiantar, Sekilas Tentang Sejarah dan Perjalanan Hidupnya

Kota Pematangsiantar, Sekilas Tentang Sejarah dan Perjalanan Hidupnya

Kota Pematangsiantar yang kini menjadi daerah asal yang ditakuti di Indonesia ini, ternyata menyimpan banyak cerita. Kota yang telah dibangun jauh hari sebelum Belanda datang ini, dulunya berbentuk kerajaan, yakni Kerajaan Siantar, yang dipimpin oleh dinasti Damanik, dengan Raja Sangnaualuh sebagai pewaris terakhirnya. Berkedudukan di pulau Holing, kerajaan ini terbagi atas beberapa daerah yang kelaka akan menjadi daerah hukum.
  1. Pulau Holing, pusat dari kerajaan Siantar, kelak berubah menjadi Kampung Pematang.
  2. Siantar Bayu yang kemudian berubah menjadi Kampung Pusat Kota.
  3. Suhi Kahean dibagi menjadi beberapa daerah hukum, yaitu Kampung Sipinggol-pinggol, Kampung Melayu, Martoba, Sukadame dan Bane.
  4. Suhi Bah Bosar juga menjadi daerah hukum yang terbilang luas, yaitu Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan, Toba dan Martimbang.

Hingga saat ini, yang menjadi persoalan adalah masalah penetapan hari lahir Siantar. Pemerintah kota Pematangsiantar telah sepakat menjadikan tahun lahir Raja Sangnawaluh sebagai hari jadi Siantar, namun bila dikritisi lagi, Siantar telah ada jauh hari sebelum Raja terakhir Siantar tersebut lahir. Bahkan, Siantar telah tergabung di Kerajaan Maropat yang berdiri pada abad 13 Masehi, dan Raja Sangnawaluh adalah Raja Ketujuh Siantar yang kemudian menandatangani Perjanjian Pendek dengan Belanda yang berbuntut pada penguasaan Belanda atas Siantar. Hingga kini, Hari Jadi Siantar diperingati setiap 24 April, terhitung sejak tahun 1871.
Pematangsiantar telah berulangkali berganti bentuk, dalam artian, beberapa kali mengalami penggantian form. Pada tahun 1907, sejak controleur Belanda dipindahkan ke Siantar dari Perdagangan, Siantar ramai dikunjungi oleh pendatang baru, termasuk orang Cina, yang mendiami Kampung Melayu dan Timbang Galung. Warga Siantar harus berbangga hati, sebab ternyata, sejak 1917, kerajaan ini telah diberikan hak otonom dan mempunyai Dewan, dan berubah menjadi Geemente. Namun kedatangan Jepang ke Siantar, kemudian menghapuskan system Dewan dan mengganti menjadi Siantar Estate. Pasca kemerdekaan, Siantar berubah menjadi Kota Kabupaten Simalungun yang dipimpin rangkap oleh bupati Simalungun.
Dibangun secara klasik, Siantar, dilihat secara rumus secara geografis, menurut walikota Hulman Sitorus, terbilang sulit untuk membangun industri. Namun, hal ini tidak membatasi kota tua ini untuk berkembang dan maju. Kota terbesar kedua setelah Medan di Sumatera Utara ini, memiliki letak strategis, yaitu menjadi transit wisata –untuk mencapai Danau Toba, maka dari Medan harus melalui kota ini.
Ditinjau dari kenyamanan, kota ini terbilang cukup aman, nyaman dan tertib, melihat masyarakat yang berasal dari berbagai lapisan social dan agama, namun hidup berdampingan dalam damai. Agaknya kerukunan ini sudah diwarisi sejak kota ini masih berbentuk kerajaan, mengingat bahwa Raja Sangnawaluh adalah sosok yang menghargai pluralisme, dan beliau tersebut adalah seorang Muslim pula.
Kota yang dibangun secara klasik ini, kini telah menjelma menjadi kota yang memiliki banyak kemajuan, yang dipengaruhi oleh populasi yang terdapat di dalamnya yang kian bertambah. Kini, kota Pematangsiantar sedang mempersiapkan seabrek perbaikan di berbagai struktur, demi kemajuan kota.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar